Selasa, 21 Juli 2009

Teroris di Hotel JW Mariot & Ritz Charlton

Indonesia kembali diguncang Bom. Aksi teror dengan peledakkan bom terjadi lagi di kawasan Mega Kuningan Jakarta, 17 Juli 2009. Reaksi pertama yang terjadi tentunya adalah batalnya Club Manchester United datang dan bertanding dengan Tim Indonesia All Star.
Bukan, ya tujuan teroris tentu saja bukan sekedar membatalkan Tim MU datang ke Indonesia, namun lebih dari itu supaya negara kita semakin terpuruk dalam situasi "chaos" yang kemudian menjadi ladang empuk untuk idiologi terorisme. Karena kalau negara ini kacau, investor takut datang, travel warning oleh banyak negara agar warganya tidak datang ke Indonesia, jasa pariwisata terpuruk, pengangguran bertambah dan selanjutnya rakyat kita semakin miskin, maka tujuan aksi teroris itu sudah setengah jalan. Tinggal menyuburkan idiologi terorisme dengan menumpang pada idiologi suatu agama, merekrut "syuhada" menjadi "suiside bomber" dengan iming-iming dari pemelintiran paham "Jihad" menjadi "Gerakan Suci menuju Surga", maka tujuan mereka yang lebih jauhlagi yaitu membentuk negara Indonesia menjadi negara Islam akan semakin dekat.
Lalu mengapa Indonesia?
Karena memang dinegara ini memiliki komunitas masyarakat yang memiliki sikap permisif kepada paham ekstrim seperti itu. Keterbelakangan sosial ekonomi pada mayoritas rakyat kita adalah ladang subur terhadap "ideologi jalan pintas menuju nirwana" sebagaimana yang dijanjikan pada idiologi terorisme. Noordin M Top yang menjadi buronan Internasional, yang "tidak laku" menjual pahamnya itu dinegaranya sendiri, bisa berkeliaran bebas dan "dilindungi" oleh kalangan tertentu dinegeri ini, meskipun USA menjanjikan hadiah miliaran bagi mereka yang memberikan data akurat keberadaan buronan nomor wahid tersebut.
Disatu sisi, bibit pemahaman terhadap idiologi seperti ini tidak dapat dihilangkan malah seakan dibiarkan tumbuh dan berkembang karena sejak usia dini sudah diajarkan secara formal dalam sebuah institusi yang berlabelkan "PONPES". Tulisan ini bukan hendak sekedar menuding sebuah institusi tanpa dasar, namun fakta menunjukkan bahwa semua pelaku yang sudah berhasil di "amankan" oleh pihak berwajib, merujuk pada sebuah Ponpes yaitu Al Mukmin di Ngruki - Solo. Namun entah bagaimana, Ponpes ini tetap eksis hingga kini, tanpa bisa dicegah oleh Pemerintah padahal dikhawatirkan setiap tahun berselewiran para alumnus Ponpes ini yang sebagian besar dari mereka telah dicuci otak selama mengais ilmu di Ponpes ini.
Ponpes ini adalah sebuah contoh sebuah "ekologi" bagi idiologi ekstrim terorisme, entah ada berapa banyak ekologi seperti ini tersebar dinegeri ini, dan entah hingga kapan Pemerintah dapat campur tangan agar tidak ada lagi "calon-calon suisider bomber dimasa yang akan datang.
Kita memang patut bertanya apakah Indonesia (masih) tangguh???
Menurut anda bagaimana, please comment!